Mazmur 113

Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang bersemayam di tempat yang tinggi, yang merendahkan diri untuk melihat ke bawah, ke langit dan ke bumi?

(Mazmur 113:5-6)

 

 

 

Perjalanan ke India di tahun 1992 begitu membekas di hati Graham Kendrick. Ia berjumpa dengan ribuan orang yang hidupnya tidak layak dan bahkan harus tidur di jalanan karena tidak memiliki rumah. Realitas ini membuat hati Kendrick terenyuh. Tentu ia sedih dengan kondisi mereka. Namun hatinya lebih hancur oleh karena adanya jurang di antara manusia yang dibiarkan menganga saat manusia membiarkan sesamanya menderita.

 

Di tengah keresahan ini, Kendrick mengingat kesaksian pemazmur dalam Mazmur 113. Ia takjub pada kepedulian Tuhan terhadap orang-orang yang hina. Tuhan Mahakuasa yang tampaknya tak terjangkau oleh manusia ternyata malah merendahkan diri untuk melihat ke bumi. Bahkan di dalam iman Kristen, Tuhan datang mendekat dan tinggal bersama dengan manusia yang hina. Kendrick pun berimajinasi bagaimana Tuhan Yang Mahakuasa ternyata duduk dan bahkan tidur bersama dengan gelandangan yang ia lihat di India. Tuhan menjadi sahabat yang mendengar dan berbincang bersama orang-orang yang lemah. Dialah yang mendekat agar tidak ada lagi jurang. Dialah yang merendah agar mereka yang hina memiliki kedudukan yang sama. Di sinilah damai dan sukacita lahir.

 

Youth, refleksi ini mendorong Kendrick menulis nyanyian berjudul “God of the Poor” atau yang dikenal dengan judul “Beauty for Brokenness”. Melalui nyanyian ini, Kendrick mengajak setiap orang untuk memiliki belas kasih Tuhan seperti yang dipersaksikan Mazmur 113. Belas kasih memampukan kita untuk merendahkan diri dan meredam gengsi. Dengan demikian, tidak ada lagi jarak dan jurang yang memisahkan kita sebagai sesama manusia apa pun kondisinya.

 

 

 

1. Bagaimana pemazmur menggambarkan belas kasih Tuhan?
2. Apa yang dapat kita lakukan untuk merendahkan diri dan meredam gengsi?

 

 

Pokok Doa: Mampu untuk merendahkan diri dan meredam gengsi.