1 Tesalonika 2:1-2

Tetapi, sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi….

(1 Tesalonika 2:2)

Henri Nouwen (1932-1996) adalah seorang pastor dan penulis lebih dari empat puluh judul buku spiritualitas Kristen. Salah satu bukunya berjudul “The Wounded Healer” atau diterjemahkan menjadi “Penyembuh yang Terluka”. Dalam buku ini, Nouwen menekankan bahwa tiap orang, pelayan maupun yang dilayani, memiliki luka hati. Luka batin dapat menjadi sumber kekuatan ketika ia secara positif diterima dan bersedia dipulihkan. Nouwen menulis, “Pelayanan kami tidak akan dianggap autentik kecuali jika datang dari hati yang terluka oleh penderitaan yang kami bicarakan.” Penyembuh yang paling efektif adalah penyembuh yang tidak hanya terluka, tetapi mampu menyadari dan mempraktikkan ruang di mana luka itu sendiri digunakan dalam pelayanan dan penyembuhan terhadap sesama.

Paulus adalah seorang pelayan yang hidup dengan berbagai luka trauma. Surat 2 Korintus 11:23-27 menuliskan tentang berbagai penderitaan Paulus. Dia kerap berada di ambang maut. Lima kali disesah orang Yahudi, masing-masing dengan 39 pukulan, dilempari batu, mengalami karam kapal, terkatung-katung di tengah laut, kelaparan, kedinginan, dan kekurangan pakaian. Semuanya itu dialami Paulus ketika ia berkeliling dari satu daerah ke daerah lain untuk memberitakan Injil. Bahkan ketika menuliskan suratnya ini, Paulus berkisah bahwa sebelum kedatangannya ke Tesalonika, ia telah mengalami penghinaan dan penganiayaan di Kota Filipi. Surat Filipi juga mencatat bahwa Paulus dipenjara dan menghadapi sakit yang parah pada saat ia menuliskan suratnya. Namun, semua penderitaan itu tidak lantas membuat Paulus patah semangat. Sebaliknya, ia terus memberi diri melayani dan menguatkan jemaat Tuhan yang juga sedang hidup dalam penderitaan.

Teens, di dalam ketidaksempurnaan, mari kita saling memulihkan. Komunitas yang bertumbuh dimulai ketika hadir ruang percaya untuk saling berbagi kisah.