Filipi 4:1-9

Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan.
(Filipi 4:2)

“Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekerasan, ia hanya dapat diraih dengan saling memahami.” Selama ini kita mengenal Albert Einstein hanya sebagai fisikawan yang terkenal dengan teori relativitasnya. Namun, ternyata pernyataan filosofis di atas adalah hasil pemikirannya. Hati yang terbuka dan mau saling memahami menjadi prasyarat bagi kehidupan yang damai. Memahami berarti kesediaan untuk berpikir dan merasakan dari sudut pandang orang lain. Dalam kehidupan bersama, belajar saling memahami menjadi kunci bagi terwujudnya tujuan yang ditetapkan.

Euodia dan Sintikhe adalah orang-orang yang telah menolong Rasul Paulus mengabarkan Injil di kota Filipi. Namun, Paulus mendengar kabar bahwa keduanya sedang bertikai. Ketidaksehatian ini tentu merugikan bagi pemberitaan Injil Kristus. Selain itu, konflik ini menjadi kesaksian yang buruk bagi jemaat di kota Filipi. Melihat kondisi ini, Paulus sebagai pemimpin jemaat yang dulu memberdayakan mereka untuk ikut serta memberitakan Injil, kini hadir dan menolong mereka yang sedang bergumul. Melalui suratnya, ia mengajak mereka semua yang dikasihinya untuk memiliki kesatuan hati. Secara khusus, menolong Euodia dan Sintikhe agar kembali berelasi dan saling mengasihi.

Teens , Injil perlu diberitakan dengan kegembiraan, bukan dengan kemarahan. Segala pikiran buruk digantikan dengan hal-hal bernilai baik, benar, terhormat, adil, murni, dan manis sehingga sebagai pelayan bagi misi Allah, mereka menjadi teladan iman bagi jemaat. Hidup kita pun tidak bebas dari perbedaan yang dapat meruncing menjadi konflik dan pertikaian. Namun sebagai murid Kristus, kita memiliki panggilan hidup untuk menghadirkan perdamaian. Mulailah dari keluarga lalu meluas ke komunitas kita yang lain. Kabar sukacita wajib diberitakan dengan gembira.