Matius 5:1-12

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.”

(Mat. 5:3)

 

 

Siapa sih yang tidak menginginkan kebahagiaan? Banyak orang yang berusaha mengejar dan meraih kebahagiaan. Dalam pandangan mereka, kebahagiaan identik dengan memiliki kekayaan dan berbagai keberhasilan hidup lainnya. Pandangan populer ini sering diterima begitu saja tanpa sikap kritis. Padahal, kebahagiaan tidak tergantung pada kekayaan atau kesuksesan. Pernahkah kita bertanya berapa banyak orang kaya yang hidupnya sungguh-sungguh bahagia? Tidak sedikit orang kaya yang hidupnya sering diliputi kekhawatiran, kecemasan, bahkan ketakutan akan kehilangan kekayaan mereka. Mereka kaya secara materi, tetapi belum tentu hidup dalam damai sejahtera.

 

Dalam “Khotbah di Bukit”, Yesus memaparkan tentang kebahagiaan. Namun, ketika mendengarkan paparan tersebut, segera kita merasakan hal yang tidak biasa. Perhatikanlah bahwa Yesus mengatakan “berbahagialah” bagi orang yang miskin di hadapan Allah, orang yang berdukacita, dan orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran. Tampak bahwa bagi Yesus, kebahagiaan bukanlah pertama-tama tentang memiliki kekayaan atau meraih keberhasilan hidup. Orang-orang tersebut disebut berbahagia karena mereka akan menerima sesuatu yang baik, yang mereka cari dan harapkan.

 

Youth, kebahagiaan bukanlah melulu sesuatu yang harus kita “kejar” dan “raih”, melainkan lebih merupakan kebaikan dan anugerah yang kita “terima” dari Tuhan. Itulah sebabnya Yesus memulai khotbah-Nya dengan mengatakan, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah ….” Maksudnya adalah agar kita menjalani hidup dengan bergantung pada pemeliharaan Tuhan.

 

1. Siapa saja yang disebut berbahagia oleh Yesus?

2. Apa makna kebahagiaan?

 

 

Pokok Doa:

Agar bergantung pada pemeliharaan dan kebaikan Tuhan.