Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?

(Mat. 25:44)

Randit memandang lekat-lekat wajah anaknya sambil bergumam, “Alangkah cepatnya waktu bergulir, kini ia sudah tumbuh menjadi dewasa.” Randit merasa kehilangan waktu untuk melihat anaknya bertumbuh dewasa. Randit merasa asing dengan anaknya. Ia  sulit sekali melakukan percakapan terbuka dengannya. Selama ini mereka hanya bicara hal-hal di permukaan saja dan lambat laun hati mereka terasa jauh dari kehangatan dan menjadi asing. Kini ia menyesali waktu-waktu yang terlewatkan.

Bilamanakah? Pertanyaan yang diajukan berulang-ulang dari perikop panjang ini. Kapankah semua itu terjadi? Keadaan di sekeliling, perjumpaan demi perjumpaan terlewatkan begitu saja karena kita sibuk dengan diri kita dan enggan membuka mata, telinga dan hati kita bagi mereka. Waktu bergulir dan kita kehilangan kesempatan untuk bertumbuh dan mengasah kepekaan dan kepedulian kita pada penderitaan sesama. Di ujung hari yang tersisa hanyalah penyesalan. Perikop ini mengajarkan kita untuk melewati hari dengan kesadaran akan kehadiran orang-orang di sekitar dan peristiwa yang mengikutinya. Kesadaran itu melatih kita untuk peduli dan berbuat sesuatu. Memperjuangkan kebaikan dimulai dari kesediaan untuk membuka mata, telinga dan hati kita.

DOA:

Ya Allah, ajar kami memiliki hikmat untuk melewati hari-hari pemberianmu sehingga hadir kami menjadi berarti dan bermakna bagi sesama seperti mereka bagi kami. Amin.