Mazmur 100

Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.

(Mzm. 100:5)

 

 

“Mari kita memuji Tuhan dengan bertepuk tangan dan dengan bersukacita!” kata seorang worship leader kepada warga jemaat dalam suatu ibadah Minggu. Musik pun dimulai dengan tempo yang cepat. Gegap gempita mengiringi lagu pujian. Lagu pun dinyanyikan dengan bertepuk tangan. Singkat cerita ibadah pun selesai. Warga jemaat kembali ke rutinitasnya. Kembali menghadapi realitas hidup. Kembali mengerutkan dahi karena esok hari Senin. Ungkapan “I hate Monday” kembali terngiang dalam pikiran. Jika memang demikian, apakah ibadah sekadar pelarian dari rutinitas belaka? Apakah ibadah itu memiliki atmosfer yang berbeda dengan kehidupan? Apakah sukacita hanya ada ketika masuk dalam ruang ibadah?

 

Apabila kita hanya membaca Mazmur 100:2, maka kita bisa saja tergoda mengatakan bahwa beribadah itu harus sukacita. Selain itu, tidak harus sukacita. Jika kita lihat perikop ini secara lebih luas, memang perikop ini berbicara mengenai ibadah. Namun, mengenai sukacita, ia tak hanya ada ketika berada di ruang ibadah. Sukacita juga ada sampai di luar tempat ibadah.

 

Mengapa demikian? Karena Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun (Mzm. 100:5). Di sinilah kita melihat konsistensi kebaikan Tuhan yang bukan hanya ketika ibadah. Youth, pada hari ini kita diingatkan bahwa dalam ibadah kita bersukacita, dan setelah selesai ibadah pun, kita juga memiliki sukacita yang sama. Sukacita dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

 

1. Apakah arti bersukacita dalam ibadah?

2. Apakah yang membuat kita enggan untuk bersukacita?

 

 

Pokok Doa:

Memiliki sukacita dalam segala situasi.