KESALEHAN SEJATI
Markus 7:9-23
Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya ….”
(Mrk. 7:20)
“Hati adalah pusat kehidupan.” Hati yang dimaksudkan pada ungkapan ini adalah kesadaran atau akal budi yang menjadi penerang bagi kehidupan. Dari hati itulah mengalir berbagai pertimbangan dan pemikiran yang terekspresi di dalam perkataan dan perbuatan. Karena itu, muncul ajaran untuk menjaga hati.
Kesalehan dalam hidup keagamaan juga seharusnya datang dari hati; dari kesadaran yang tersentuh oleh kasih Tuhan. Sehingga, perilaku keagamaan yang dilakukan didasari dan dibimbing oleh cinta dan ketulusan, bukan semata karena aturan. Penulis Injil Markus dengan jeli mengingatkan hal ini. Sebab, aturan bisa dipakai sebagai tameng untuk menutupi kebohongan. Misalnya, aturan tentang kurban kepada Allah, digunakan sebagai alasan untuk berkelit dari tanggung jawab dan cinta kepada orang tua. Artinya, roh dari peraturan tidak disadari. Karena itulah, penting untuk mulai bertindak dari dalam hati atau kesadaran, bukan dari luar, dan tidak terpaku pada formalisme aturan adat istiadat.
Menjaga hati berarti menjaga motivasi agar tetap lurus. Motivasi yang didasari dan didorong oleh cinta tulus akan terekspresi dalam laku hidup sehari-hari. Laku yang tanpa kepalsuan atau kemunafikan, apa adanya, demi dan untuk cinta. Inilah yang dinamakan kesalehan sejati. Kebaikan dilakukan meski tidak disuruh, dan perbuatan dosa dihindari kendati tersedia kesempatan.
REFLEKSI :
Kesalehan sejati bukan hasil dari kepatuhan mengikuti aturan secara buta, tetapi buah dari cinta yang dipraktikkan dengan sadar dan setia.
Mzm. 106:1-6, 13-23, 47-48; Ul. 4:21-40; Mrk. 7:9-23
Pengganti ongkos cetak dan biaya pengiriman:
Rp. 70.000,-/tahun
Rp. 8.000,-/eksemplar
Pembayaran melalui:
Bank Mandiri - Jakarta, Kelapa Dua
A/C No. 165 0000 558743
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama
Marketing
BCA Bidakara
A/C No. 450 558 9999
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama
Persembahan Kasih melalui:
BCA Bidakara
A/C No. 450 305 2990
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama