Lukas 1:26-38

“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan;

jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

(Lukas 1:38)

Kehidupan manusia sama seperti grafik yang terdiri dari tahapan genting dan puncak. Ibarat naik roller coaster, kadang berada di atas, kadang berada di bawah. Adakalanya, hidup berjalan sesuai dengan yang kita mau, tetapi tidak jarang yang terjadi mengejutkan, memaksa kita harus mengubah segala sesuatu yang sudah kita siapkan. Selalu ada dua respons yang diberikan: menerima atau mengeluh; menyalahkan keadaan atau orang lain. Tak jarang, kita menjadi resah dengan apa yang harus kita hadapi dan jalani.

Maria juga tampaknya mengalami hal yang sama. Ia punya rencana dalam hidupnya. Semua tampak indah, sampai satu kali malaikat Gabriel datang dan menyampaikan salam bahwa ia dikaruniai. Tentu Maria terkejut dan tidak memahami arti salam itu. Kisah berikutnya menjadi seru, sebab malaikat Gabriel menyampaikan bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, yaitu Yesus yang disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Terhadap karunia itu, Maria justru menjadi resah dan bertanya tentang bagaimana hal itu terjadi, sebab ia belum bersuami. Situasi ini tidak bisa dipahami Maria, sebab dalam tradisi Yahudi, seseorang yang hamil di luar pernikahan akan mendapat hukuman. Maria juga tidak tahu bagaimana ia akan menjalani hari-hari ke depan. Apa yang akan terjadi dengan dirinya? Dalam keresahannya, Maria memilih berserah, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah, jadilah padaku menurut perkataanmu itu!”

Bolehkah kita berserah dalam resah? Tentu. Kita berserah kepada Tuhan, tetapi tidak menyerah terhadap persoalan; kita menyerahkan segala keresahan kita kepada Tuhan melalui doa. Dalam penyerahan kepada-Nya, Ia sendiri akan menolong kita untuk menemukan jawaban atas pergumulan dan situasi yang terjadi, dan memampukan kita untuk memahami maksudnya.