
HATI NURANI

“Ia menangkap dan mencekik kawannya itu,
katanya: Bayar hutangmu!”
(Mat. 18:28)
Di usia kita yang sudah lanjut ini, sudah berapa kali kita berbicara dengan hati nurani kita? Mungkin sudah puluhan, ratusan, atau bahkan tak terhitung lagi. Kapan yang terakhir kita bicara dengan hati nurani kita? Misalnya, ketika kita mengunjungi teman yang sakit, kena musibah, atau ditinggalkan oleh orang terdekatnya. Bagaimana perasaan kita? Tentunya kita merasakan empati atau merasa ikut sepenanggungan dengan orang tersebut, bukan? Kita bisa merasa peduli pada penderitaan orang lain, kalau kita sendiri juga sudah merasa dipedulikan dan diperhatikan oleh orang lain atau oleh Tuhan.
Dalam kisah yang diceritakan Tuhan Yesus ini, hati nurani hamba yang jahat itu sepertinya sudah membisu. Mungkin ia mengalami kesengsaraan yang bertubi-tubi, seperti yang dialami Ayub, atau rasa benci menguasai dirinya. Yang jelas ia tidak merasakan pengampunan yang telah diterimanya, sehingga ia juga jadi sulit mengampuni orang lain, bahkan yang hutangnya lebih kecil dari dirinya. Sobat Lansia, mari kita tumbuhkan lagi rasa terima kasih yang mungkin berangsur lenyap sehingga hati kita menjadi dingin. Jadilah saluran berkat dan biarkan hati nurani kita yang berbicara.
DOA:
Tuhan, terima kasih untuk Roh Kudus-Mu yang menjaga dan
memelihara hati nurani kami sehingga kami masih tanggap
terhadap mereka yang membutuhkan kepedulian kami. Amin.
Pengganti ongkos cetak dan biaya pengiriman:
Rp. 70.000,-/tahun
Rp. 8.000,-/eksemplar
Pembayaran melalui:
Bank Mandiri - Jakarta, Kelapa Dua
A/C No. 165 0000 558743
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama
Marketing
BCA Bidakara
A/C No. 450 558 9999
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama
Persembahan Kasih melalui:
BCA Bidakara
A/C No. 450 305 2990
a.n. Yayasan Komunikasi Bersama